Membaca Harus Bisa Jadi Budaya
Hola!
Udah lama banget nggak nulis di
blog because of this hectic life in college that I don’t have spare
time...actually, I’m just lazy to stick with my commitment, writting something
everyday. I put pro in procasination hehe, ................okay
So, hari rabu (2 November 2016),
saya ikutan Seminar Lego Ergo Scio dari Kompas. Saya membaca maka saya tahu,
dari slogannya saja udah ketauan kalau pesan dari Seminar tersebut adalah
meningkatkan minat baca di kalangan mahasiswa. Saya juga baru tahu kalau ada
Fun Library Corner yang jadi bagian dari event tersebut. Sayang banget sih
nggak bisa memanfaatkan baca buku gratisnya, tapi yasudah lah.
Sumber : twitter.com/LegoErgoScio |
Hari sabtu tanggal 29 Oktober, demi
ikutan kuis free ticket Lalala Festival dari Roi Radio (alhamdulillah menang
hehe), saya harus membaca artikel yang ditulis oleh kontributornya yang bernama
Ayilaxaliya, lalu harus membuat simpulan dari tulisan tersebut. Lumayan panjang
tulisannya dan isinya mencengangkaaannnnn *lebay* ini artikel aslinya. Dan ini simpulan yang saya bikin di
piktochart
Sumber : twitter.com/nidanfr |
Saya baru tau kalo tenyata minat
baca orang Indonesia ada di posisi dua terbawah (peringkat 61) dari 62 negara
yang disurvey. Astaga dragon, hayati kaget bukan main...dan waktu Seminar Lego
Ergo Scio juga sempat disinggung sih tentang hasil survey ini. Mungkin hasil
survei tersebut hasilnya general, dimana mahasiswa pun diperhitungkan memiliki
minat baca yang rendah. Nah di Seminar ini, pembicara yang merupakan Pemimpin
redaksi pelaksna menuturkan beberapa hal tentang pentingnya membaca khususnya
bagi mahasiswa.
Let me write important thing that I
got from that Seminar (spesifically for us, as a student) ;
- Dengan membaca mengenai banyak hal, kita jadi punya pikiran yang tergeneralisasi. Sehingga kalau ngobrol sama orang dengan latar belakang yang berbeda, obrolan kita bisa nyambung. Misalnya karena paham soal politik, dan ngobrol sama anggota DPR, bisa aja anggota DPR itu terkesan sama pemikiran dan pengetahuan kita and here comes great chance, kamu bisa aja ditawari jadi staf ahlinya...
- Kalau mahasiswa jarang baca, sangat terlihat ketika wawancara kerja
- Peranan Jurnalistik dalam meningkatkan minat baca salah satunya memberikan fakta dan memilah mana yang benar.
- Sebelum kebiasaan membaca melekat di masyarakat Indonesia, kita sudah terkena budaya "nonton", dan lebih suka media yang berbasis audio visual dibandingkan visual seperti tulisan. Maka peran media massa harus lebih inovatif dalam memberikan informasi kepada masyarakat, contohnya membuat video infografik. Sehingga memuat visual yang menarik tanpa meghilangkan pemahaman dari sebuah informasi.
Dalam seminar juga dipaparkan budaya membaca di negara-negara maju. Terlihat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Menurut saya sih, memang benar
kalau minat baca itu mempengaruhi kualitas sumber daya manusia dari suatu
negera. Ambil contoh di Irian Jaya sana (nggak kreatif gue). Disekitar daerah
pertambangan Freeport, ada seseorang yang mengaku dia lulusan SMP namun ketika
membaca masih terbata-bata.
Jangankan baca buku filosofi, teknologi, baca buku pelajarannya pasti males banget. Padahal sekarang fasilitas membaca udah ada dimana-mana. Perpustakaan di kampus, perpustakaan umum, perpustakaan daerah yang ternyata gede juga tempatnya, ataupun e-book yang sangat banyak tersedia di internet.
Jangankan baca buku filosofi, teknologi, baca buku pelajarannya pasti males banget. Padahal sekarang fasilitas membaca udah ada dimana-mana. Perpustakaan di kampus, perpustakaan umum, perpustakaan daerah yang ternyata gede juga tempatnya, ataupun e-book yang sangat banyak tersedia di internet.
Dikutip dari Kompas.com, salah satu
anggota DPR, Yayuk Basuki, menanggapi tentang minat baca masyarakat Indonesia
yang masih rendah. Selain faktor kebiasaan yang diajarkan orang tua, ternyata
pemerintah juga berperan penting dalam meningkatkan minat baca. Salah satunya
dengan memberikan fasilitas perpustakaan. Namun ternyata usaha pemerintah
tersebut belum optimal.
“perpustakaan dan masyarakat seharusnya
memiliki hubungan yang erat. Artinya, penyelenggaraan perpustakaan yang
bertujuan melayani masyarakat harus mampu menyentuh kebutuhan masyarakat.”
Dikutip dari Kompas.com (http://regional.kompas.com/read/2015/05/25/17565591/Yayuk.Basuki.Minat.Baca.Anak.Indonesia.Hanya.0.01.Persen)
Dari artikel ROI! Radio, sempat
disinggung juga mengenai sarana perpustakaan umum di Kota Bandung, yaitu yang
terdapat di jalan Bima. Gimana ya, maksudnya pemerintah juga sudah ngasih
sarana untuk membaca, namun ternyata taman tersebut malah sepi dan malah
dijadikan tempat piknik. Seakan-akan membaca itu kurang penting dibanding
berekreasi. Jadi, jangan menyalahkan kalau kita
belum dapat fasilitas yang cukup untuk meningkatkan minat baca, toh sarana
prasananya sudah memadai, tinggal niatnya aja belum memadai.
Lagi, ternyata minat baca yang
rendah juga dapat disebabkan karena sejak kecil kita tidak dibiasakan membaca.
Mungkin sewaktu kecil, kita dibacakan ‘dongeng sebelum tidur’ oleh orang tua.
Namun semakin kesini, karena tuntutan pekerjaan yang bikin orang tua jadi makin
sibuk dan umur mereka semakin tua sehingga cepat kelelahan, kebiasan ‘dongeng
sebelum tidur’ itu semakin berkurang intensitasnya. Saya bukannya kecewa atau
gimana gitu sama orang tua, tapi memang orang tua saya kurang suka membaca
buku, paling sering sih baca majalah Islam (Ayah) dan baca buku resep (Ibu).
Walaupun berasal dari keluarga yang minat bacanya biasa-biasa aja, saya harus
jadi generasi yang mengubah hal tersebut. Padahal, dengan dilakukannya ‘dongeng
sebelum tidur’ oleh orang tua ternyata dapat meningkatkan hubungan emosi yang
erat antara anak dan orang tua.
Fasilitas sudah ada, sarana
prasarana lebih dari cukup. Lalu, apa lagi yang kurang? Kenapa minat baca
masyarakat Indonesia ada di posisi kedua terendah? Niat dan minat. Itu. (ala
Mario Teguh). Jika kita punya niat untuk menjadikan membaca sebagai kebiasaan,
ternyata banyak sekali manfaatnya. Diantaranya meningkatkan daya ingat, meningkatkan rasa percaya diri, dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi.
Kebanyakan dari kita juga suka
membaca buku, artikel, atau informasi yang sifatnya sebagai hiburan, dan
berbentuk paragraf singkat. Kita lebih suka memilih membaca informasi yang
judulnya menarik kayak di Line Today yang umumnya sebatas paragraf singkat (dan
kurang maknanya kalo kata saya mah hehe). Kebanyakan informasi tersebut tentang
berita selebriti, kasus Jessica (nepika bosen), politik, dan hal-hal yang lagi
happening yang dipastikan Line User bakal baca itu berita. Nggak ada gitu yang
sedikit membuka wawasan? Saya setuju dengan tulisannya Ayila kalau bacaan atau
informasi yang singkat itu gak bikin kita lebih paham tentang suatu hal.
Dari artikel yang saya baca, dan
dari seminar yang saya datangi, saya jadi yakin kalau membaca tidak hanya
penting, tetapi harus dijadikan budaya atau kebiasaan. Agar semakin banyak tahu
tentang semua hal. Agar makin banyak ilmu yang dapat kita pelajari. Dengan
begitu, kita jadi tahu apa saja yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan
negara ini.
Bagi yang nggak suka membaca
mungkin bisa dimulai dari baca komik, novel, dan bacaan ringan lainnya. Bagi
yang suka membaca komik dan novel, mungkin bisa mencoba bacaan yang lain yang
berbasis ilmu pengetahuan misalnya tentang teknologi, filosofi, buku-buku
motivasi atau self-improvement. Bagi yang sudah punya kebiasaan membaca,
silakan tularkan kebiasaan baikmu itu agar kamu nggak pintar sendirian, agar
Indonesia punya masyarakat yang cerdas dan mampu mengembangkan potensi
negaranya.
Keep reading. Stay curious!
Comments
Post a Comment